PEMBELAJARAN
IPS AUD
PEMBELAJARAN
IPS SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI PADA AUD
OLEH :
KELOMPOK 2
1.
Eka
Srinitami
2.
Sari
utami
Dosen Pengampu : Dodi harianto, M.Pd.I
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2017/2018
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaniirrahim
Segala puji kita panjatkan
kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga penulisan
makalah yang berjudul “pembelajaran IPS
sebagai pendidikan nilai pada AUD”
Insya Allah diberi kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan dan yang
terpenting dari itu semoga isi dari makalah ini memuat kebenaran sehingga kita
sebagai kaum intelektual muslim dapat semakin bijak menghadapi kehidupan modern
di zaman ini.
Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ini ke
jalan yang benar.
Makalah ini merupakan salah satu
bentuk pemenuhan tugas perkuliahan, yang diampu oleh bapak Dodi harianto,M.Pd.
Dalam proses penyajiannya, makalah ini berusaha ditulis dengan baik. Sejumlah
sumber kami gunakan untuk membantu kami dalam memahami penemuan tentang
perkembangan otak.
Akhirnya, kami menunggu koreksi
serta saran dari pembaca sebagai bentuk apresiasi, sekaligus motivasi kepada
kami untuk terus mencari pengetahuan yang lebih. Karena melalui hal tersebut,
kami mengharapkan akan muncul nilai-nilai kritis yang mampu membangun pola
pikir yang baik dan benar untuk dijadikan alat dalam membangun diri khususnya
maupun tatanan masyarakat pada umunya menjadi lebih baik.
Akhir kata kami mohon maaf dari
segala kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Jambi, oktober
2017
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................................................... i
DAFTAR
ISI............................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.................................................................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah........................................................................................................................... 1
C. Tujuan.................................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan
hak memperoleh pendidikan.................................................................................. 2
B. Hakikat
pendidikan bagi anak..................................................................................................... 5
C. Makna
pendidikan dan pendidikan sebagai sebuah sistem.......................................... 7
D.
Pendidikan nilai sebagai keniscayaan bagi anak bangsa............................................... 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ketentuan umum Undang-undang No 20 tahun 2003
tentang SISDIKNAS point 2 menyebutkan bahwa pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD Republik Indonesia tahun 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman. Selain itu, dalam Bab II Pasal 3 disebutkan pula
bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Adanya kata-kata beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam tujuan pendidikan nasional
di atas menandakan bahwa yang menjadi bahan dalam praktek pendidikan hendaknya
berbasis kepada seperangkat nilai sebagai paduan antara ranah kognitif, afektif
dan psikomotor. Bahkan, tujuan pendidikan nasional yang utama menekankan pada
aspek keimanan dan ketakwaan.
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimana
Pembelajaran IPS sebagai pendidikan nilai pada AUD
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui pembelajaran IPS sebagai pendidikan nilai pada AUD
1
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBELAJARAN IPS SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI PADA ANAK USIA DINI
A.
LANDASAN HAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN 1.
Landasan Yuridis
Hak memperoleh pendidikan
sebenarnya telah digariskan secara yuridis dalam batang tubuh Undang-Undang
Dasar 1945, Bab XIII, pasal 31 ayat 1 dan 2 : 1) Tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran;
2)
Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan
undang-undang. Demikian juga yang terdapat dalam penjelasan Undang-Undang
Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
disebutkan, "bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan
efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan”. Dalam Peraturan Pemerintah No.
19 Tahun 2005, Pasal 54 disebutkan bahwa pengelolaan satuan pendidikan
dilaksanakan secara mandiri, efisien, efektif dan akuntabel. Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) merupakan jenjang pendidikan yang sangat penting dalam
mempersiapkan anak untuk mengikuti pendidikan dasar sehingga perlu dikelola
dengan perencanaan dan penyelanggaraan yang baik. Keberlangsungan dan
perkembangan pendidikan PAUD tidak terlepas dari peran serta pendidik PAUD.
Para pendidik tersebut harus mampu memahami kebutuhan dengan pendidikan anak,
sehingga keberadaannya benar-benar dapat memberikan layanan yang bermutu bagi
masyarakat. Pusat Pengembangan Sumberdaya Manusia (P2SDM) LPPM IPB memandang
perlu menyelenggarakan Pelatihan Guru PAUD untuk
2
Peningkatan Kompetensi Pendidik PAUD dalam Proses
Belajar Mengajar. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam proses belajar
mengajar PAUD adalah Beyond Centers and Circle Times (BCCT), yaitu anak
dirangsang untuk secara aktif melakukan kegiatan bermain sambil belajar. Untuk
itu sentra-sentra pembelajaran disiapkan secara permanen, lengkap dengan
fasilitas yang dibutuhkan dan selalu menggunakan pijakan duduk melingkar
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dalam sentra. Pendekatan pembelajaran
berfokus pada anak sebagai subjek “pembelajar” sehingga anak terbantu dalam
pengembangan dirinya sesuai dengan bakat/potensi masing-masing.
Dasar-dasarPelaksanan (1) UU RI No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
(2) UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (3) Peraturan Pemerintah RI No.
73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luas Sekolah (4) Peraturan Pemerintah RI No.
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (5) Permendiknas No. 8 Tahun
2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Ditjen PMPTK
Demikian sebenarnya secara hukum kita sudah
memiliki landasan yang kuat untuk mewujudkan hak anak dalam memperoleh
pendidikan di negara ini, apabila pemerintah saat ini belum mampu melaksanakan
ketentuan yang telah digariskan oleh Undang-undang kita dapat mengkritisinya
berdasarkan landasan hukum yang berlaku di negara kita, bahkan pemerintah
sendiri telah menyediakan wadah bagi masyarakat untuk dijadikan tempat
pengaduan berupa lembaga yang independen demi terwujudnya pendidikan yang
seharusnya sudah menjadi hak bagi semua anak di sudut-sudut bumi pertiwi ini.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah
0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya
di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
2. Landasan Religius
Anak adalah amanat bagi kedua
orang tuanya, kewajiban orang tua memberikan pendidikan kepada anak merupakan
urusan yang sangat berharga dan menempati prioritas tertinggi. Kalbu seorang
anak yang masih bersih bak permata yang tak ternilai harganya, bila ia dididik
dan
3
dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya dia
akan tumbuh menjadi baik, sebaliknya bila ia dididik dan dibiasakan dengan
perbuatan jelek, maka ia akan menjadi orang yang merugi dan celaka dunia
akhirat. Demikian yang ditulis Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddinnya.
Menurut pandangan Islam mengenai hak anak dalam mendapatkan pendidikan
sebetulnya terkait erat dengan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Orang
tua berkewajiban memberikan perhatian kepada anak dan dituntut untuk tidak
lalai dalam mendidiknya. Jika anak merupakan amanah dari Allah SWT, maka
otomatis mendidiknya termasuk bagian dari menunaikan amanah-Nya. Sebaliknya,
melalaikan hak-hak mereka termasuk khianat terhadap amanah Allah SWT (QS.
An-Nisa: 58). Perkembangan dan kecerdasan anak ditentukan bagaimana orang tua
mendidiknya. Oleh karena itu, amanah mendidik anak merupakan sebuah hal yang
teramat penting dan tidak seharusnya disepelekan oleh orang tua, kewajiban
mereka terhadap anaknya bukan sekedar memenuhi kebutuhan secara lahir seperti
makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya, tetapi juga harus
memperhatikan kebutuhan bathin mereka melalui pendidikan (agama). Sebagaimana
Allah SWT berfirman yang tercantum dalam kitab Alqur'an yang mulia : "Wahai
orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (QS. At-Tahrim :6). Mengenai
pentingnya menunaikan "amanah" dipertegas juga dalam hadits
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Buhari: "Barangsiapa diberi
amanah oleh Allah, lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya ia dalam
keadaan mengkhinati amanahnya, niscaya Allah mengharamkan surga baginya".
Dari riwayat lain, Ibnul Qayyim berkata, "Barangsiapa yang melalaikan
pendidikan anaknya serta meninggalkannya secara sia-sia, berarti ia telah
berbuat yang terburuk". Demikian sebagai bangsa yang beragama khususnya
bagi yang beragama Islam, mewujudkan pendidikan bukanlah sekedar tugas
pemerintah, melainkan lebih kepada tanggung jawab kita sebagai orang tua untuk
mendidik anak yang dapat dimulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga.
4
B. HAKIKAT PENDIDIKAN BAGI ANAK
Menelusuri hakikat pendidikan
bagi anak sebenarnya erat kaitannya dengan pengertian anak sebagai manusia dan
makhluk Allah termasuk tujuan-tujuannya. Anak dilahirkan dalam kondisi yang
lemah dan tidak tahu apapun, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi sesosok
manusia yang sesungguhnya. Pertumbuhan dan perkembangan manusia tidak dapat
diserahkan begitu saja kepada alam lingkungannya; ia memerlukan bimbingan dan
pengarahan karena terbatas kondisi fisik serta kemampuan yang dimilikinya. Oleh
karena itu, manusia adalah makhluk yang sebenarnya memerlukan pendidikan.
(Sauri , 2006 : 39) Ibarat bayi yang baru lahir dalam keadaan yang serba lemah.
Ia belum dapat berdiri sendiri, belum bisa mencari makan sendiri. Semuanya
dalam keadaan yang serba tergantung pada orang lain. Walaupun demikian, ia
telah menunjukkan keunikannya kendati dalam takaran yang sederhana. Pada saat
ia lahir dari kandungan ibunya ia telah mengekspresikan dirinya dalam bentuk
tangis atau gerakan-gerakan tertentu. Tangis atau gerakan yang tanpa latihan
itu menggambarkan bahwa anak sejak
lahir telah memiliki potensi untuk berkembang. Ada
beberapa pandangan yang bisa mempengaruhi perkembangan anak diantaranya:
pertama, pandangan Nativisme yaitu berpendapat bahwa perkembangan individu
semata-mata ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir, pandangan ini
diperkenalkan oleh filsof Jerman Schopenhauer (1788-1880) Kedua, pandangan
Environtalisme yang dikemukakan oleh John Locke seorang filsof Inggris
(1632-1704) berpendapat bahwa perkembangan anak bergantung pada lingkungannya.
Ketiga, pandangan Konvergensi yang berpendapat bahwa dalam proses perkembangan
anak, faktor bawaan ataupun faktor lingkungan memberikan kontribusi yang
sepadan. Pandangan ini dikembangkan oleh William Stern seorang ahli pendidikan
Jerman yang hidup pada tahun 1871-1939. Pendapat pandangan ini tidak memisahkan
secara terkotak-kotak antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan. Faktor
bawaan misalnya bakat seseorang, bisa tidak akan berkembang manakala tidak ada
lingkungan yang mendukungnya. Sebaliknya lingkungan yang baik akan
5
kurang bermakna apa-apa manakala anak sendiri tidak
menunjukkan bakat atau kemampuanya untuk mengembangkan diri. Ini mengandung
maksud bahwa anak dengan segala potensi yang dimilikinya adalah makhluk yang
memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan. Oleh karena itu, dalam
tahapan selanjutnya ia perlu dibimbing dan diberi pendidikan ke arah
pendewasaan dirinya. Adapun menurut pandangan Islam, anak adalah sebagai
manusia yang mempunyai watak dasar (fitrah) yang baik, yang dalam
perkembangannya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang datang di luar
dirinya. Konsep Al-Qur'an mengenai fitrah berbeda dengan konsep teori atau
pandangan yang lain seperti disebutkan di atas. Tentang Fitrah ini dapat
ditemukan dalam QS. Ar-Ruum ayat 30: "(Tetaplah) atas fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia berdasarkan fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah itu." Namun diakui dalam pemikiran Islam bahwa lingkungan
berpengaruh juga pada perkembangan fitrah anak seperti diungkapkan dalam sabda
Nabi Muhammad SAW: "Tiada seorang manusia dilahirkan, kecuali dalam
keadaan fitrah (suci). Orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi dan
Nasrani". (HR. Muslim). Dalam riwayat lain : "Setiap anak itu
dilahirkan dalam keadaan fitrah (islam), orang tuanyalah yang menjadikan ia
Yahudi, Nasrani atau Majusi." (HR. Bukhari
Muslim) Fitrah tanpa memperdulikan lingkungan sekitar tidak akan berkembang,
mengutip ungkapan yang di tulis Confucius "Walau manusia mempunyai fitrah
kesucian, namun tanpa diikuti dengan intruksi (pendidikan dan sosialisai), manusia
dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi." Tetapi dalam
perkembangannya anak tidak dapat dipandang sebagai budak lingkungan, Artinya
lingkungan bukanlah satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi individu anak.
Namun yang jelas menurut pandangan Islam anak sebagai manusia yang diciptakan
Allah SWT berdasarkan fitrahnya, memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Fitrah inilah yang kemudian akan membedakan manusia dengan makhluq Allah
lainnya, dan fitrah ini pulalah yang membuat manusia itu istimewa dan lebih
mulia. Hal demikan sesungguhnya menunjukkan kepada kita bahwa manusia dapat
memperoleh kecakapan melalui sesuatu yang bisa merubah dirinya menjadi lebih
baik dan
6
tahu tentang berbagai hal, yaitu melalui
pendidikan. Karena pendidikan merupakan salah atu jembatan membuka tabir ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dan melalui pendidikan pula manusia derajatnya bisa
meningkat dan kehidupannya akan berubah sesuai dengan tingkat pendidikannya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al- Mujadilah ayat 11: " …….
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. .
."
C. MAKNA PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN SEBAGAI SEBUAH SISTEM
Makna Pendidikan dalam kajian
yuridis formal, makna pendidikan seperti tersurat dalam UU nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, diungkapkan sebagai
berikut:"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada rumusan tersebut, minimal terdapat
4 (empat) hal yang patut mendapat telaah seksama dalam mencermati makna
pendidikan, yaitu: "usaha sadar", bagaimana" menyiapkannya,
"melalui apa dan bagaimana", serta bagaimana mengetahui hasilnya
terutama dalam "peranannya di masa mendatang". Pertama, pendidikan
sebagai usaha sadar. Hal tersebut memiliki makna bahwa pendidikan
diselengarakan dengan rencana yang matang, mantap, sistematik, menyeluruh,
berjenjang berdasarkan pemikiran yang rasional obyektif disertai dengan kaidah
untuk kepentingan masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Kedua, fungsi
pendidikan adalah menyiapkan peserta didik. Maksudnya pendidikan lebih
merupakan suatu proses berkesinambungan dalam upaya menyiapkan peserta didik
menuju kesiapan dan kematangan pribadi yang menyangkut tiga aspek yaitu pengetahuan
(kognitif), sikap atau perilaku (afektif) dan keterampilan (psikomotorik).
Ketiga, Strategi pelaksanaan pendidikan dilakukan melalui berbagai bentuk
kegiatan antara lain kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan.
7
Secara sederhana bimbingan (guidance) dimaknakan
sebagai pemberian bantuan, arahan, nasihat, penyuluhan agar peserta didik dapat
mengatasi dan memecahkan masalah yang dialaminya. Sedangkan pengajaran
(teaching) adalah bentuk interaksi antara tenaga kependidikan dengan peserta
didik dalam suatu kegiatan belajar-mengajar untuk mengembangkan perilaku sesuai
dengan tujuan pengajaran. Keempat, garapan pendidikan seyogyanya berpijak ke
masa kini dan beroreintasi ke masa depan. Hasilnya yang ingin dicapai oleh
proses pendidikan adalah terbinanya sumber daya manusia dengan tuntutan
pembangunan, yaitu sosok manusia Indonesia seutuhnya yang bisa memecahkan
persoalan hari ini dan masa mendatang. Pendidikan sebagai sebuah sistem
Pendidikan
sebagai suatu sistem dapat ditinjau dari dua hal:
1. sistem
pendidikan secara mikro;
2.
sistem pendidikan secara makro.
Pendidikan secara mikro lebih menekankan pada unsur pendidik dan peserta didik.
Polanya lebih merupakan sebagai upaya mencerdaskan peserta didik melalui proses
interaksi dan komunikasi, yaitu ada pesan (message) yang akan disampaikan dalam
bentuk bahan belajar. Kemudian fungsi pendidik lebih merupakan sebagai pengirim
pesan (senders) melalui kegiatan pembelajaran di kelas ataupun di luar kelas.
Dalam kajian makro, sistem pendidikan menyangkut berbagai hal atau komponen
yang lebih luas lagi, yaitu terdiri dari :
a.
input (masukan) berupa sistem
nilai dan pengetahuan, sumber daya manusia, masukan instrumental berupa
kurikulum, silabus dsb, masukan sarana termasuk di dalamnya fasilitas dan
sarana pendidikan yang harus disiapkan;
b.
Proses yaitu segala sesuatu yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar atau proses pembelajaran di sekolah
maupun di luar sekolah. Dalam komponen proses ini termsuk di dalamnya telaah
kegiatan belajar dengan segala dinamika dan unsur yang mempengaruhinya, serta
telaah kegiatan pembelajaranyang dilakukan pendidikdalam
8
kerangka memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk terjadinya
proses pembelajaran;
c.
Keluaran (output) yaitu hasil
yang diperoleh pendidikan bukan hanya terbentuknya pribadi lulusan/peserta
didik yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan sesuai dengan yang
diharapkan dalam tujuan yang ingin dicapai. Namun juga keluaran penddikan
mencakup segala hal yang dihsilkan oleh garapan pendidikan berupa : kemampuan
peserta didik (human behavior), produk jasa (services) dalam pendidikan seperti
hasil penelitian, produk barang berupa karya iintelektua ataupun karya yang
sifatnya fisik material.
D.
PENDIDIKAN NILAI SEBAGAI
KENISCAYAAN BAGI ANAK BANGSA.
Ketentuan umum Undang-undang No
20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS point 2 menyebutkan bahwa pendidikan nasional
adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD Republik Indonesia tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Selain itu, dalam Bab II Pasal 3
disebutkan pula bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Adanya kata-kata beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab dalam tujuan pendidikan nasional di atas menandakan bahwa yang menjadi
bahan dalam praktek pendidikan hendaknya berbasis kepada seperangkat nilai
sebagai paduan antara ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Bahkan, tujuan
pendidikan nasional yang utama menekankan pada aspek keimanan dan ketakwaan.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa core value pembangunan karakter moral bangsa
bersumber dari keyakinan
9
beragama. Artinya, semua proses pendidikan harus
bermuara pada penguatan nilai-nilai ketuhanan sesuai dengan keyakinan agama
yang diyakininya. Praktek pendidikan pada jalur formal dewasa ini justru
cenderung kurang memperhatikan esensi dari tujuan pendidikan nasional di atas,
hal ini terbukti dengan kurang memadukannya nilai-nilai ketuhanan dalam proses
pembelajaran yang dilaksanakannya, ironisnya justru lebih banyak berorientasi
kepada pengembangan struktur kognitif semata. Fenomena tersebut tentunya sangat
bertentangan dan membuat jarak antara tujuan dan hasil pendidikan nasional
semakin jauh. Berbagai fenomena sebagaimana disebutkan pada bagian pendahuluan,
serta kenyataan semakin menggelindingnya proses dekadensi moral dikalangan
generasi bangsa, semakin menunjukan bahwa praktek pendidikan dewasa ini tidak
bersandar kepada amanah undang-undang yang mengisyaratkan pendidikan yang
berbasis kepada seperangkat nilai (baca: pendidikan nilai), serta semakin
penting dan mendesaknya pendidikan nilai.
Pendidikan nilai merupakan proses penanaman dan
pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Dalam pengertian yang hampir
sama, Mardiatmadja dalam Mulyana (2004:119) mendefinisikan pendidikan nilai
sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai
serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Pendidikan
nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata
pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan. Minimal
terdapat empat faktor yang mendukung pendidikan nilai dalam proses pembelajaran
berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)
Nomor 20 tahun 2003:
Pertama, UUSPN No. 20 Tahun 2003 yang bercirikan
desentralistik menunjukkan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan terutama
yang dikembangkan melalui demokratisasi pendidikan menjadi hal utama.
Desenteralisasi tidak hanya dimaknai sebagai pelimpahan wewenang pengelolaan pendidikan
pada tingkat daerah atau sekolah, tetapi sebagai upaya pengembangan dan
pemberdayaan nilai secara otonom bagi para pelaku pendidikan.
10
Kedua, tujuan pendidikan nasional yang utama
menekankan pada aspek keimanan dan ketaqwaan. Ini mengisyaratkan bahwa core
value pembangunan karakter moral bangsa bersumber dari keyakinan beragama.
Artinya bahwa semua peroses pendidikan harus bermuara pada penguatan
nilai-nilai
ketuhanan sesuai dengan keyakinan agama yang
diyakini. Ketiga, disebutkannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) pada UUSPN
No. 20 Tahun 2003 menandakan bahwa nilai-nilai kehidupan peserta didik perlu
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan belajar mereka. Kebutuhan
dan kemampuan peserta didik hanya dapat dipenuhi kalau proses pembelajaran
menjamin tumbuhnya perbedaan individu. Oleh karena itu, pendidikan dituntut
mampu mengembangkan tindakan-tindakan edukatif yang deskriptif, kontekstual dan
bermakna. Keempat, perhatian UUSPN No. 20 Tahun 2003 terhadap usia dini (PAUD)
memiliki misi nilai yang amat penting bagi perkembangan anak. Walaupun persepsi
nilai dalam pemahaman anak belum sedalam pemahaman orang dewasa, namun
benih-benih untuk mempersepsi dan mengapresiasi dapat ditumbuhkan pada usia
dini. Usia dini adalah masa pertumbuhan nilai yang amat penting karena usia
dini merupakan golden age. Di usia ini anak perlu dilatih untuk melibatkan
pikiran, perasaan, dan tindakan seperti menyanyi, bermain, menulis, dan
menggambar agar pada diri mereka tumbuh nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih
sayang, toleransi, keindahan, dan tanggung jawab dalam pemahaman nilai menurut
kemampuan mereka. Dari berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam praktek
pendidikan nilai, pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) merupakan
pendekatan yang paling tepat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan nilai di
Indonesia. Walaupun pendekatan ini dikritik sebagai pendekatan indoktrinatif
oleh penganut filsafat liberal. Namun, berdasarkan kepada nilai-nilai luhur
budaya bangsa Indonesia dan falsafah Pancasila, pendekatan ini dipandang paling
sesuai. Alasan-alasan untuk mendukung pandangan ini antara lain sebagai
berikut.
1.
Tujuan pendidikan nilai adalah
penanaman nilai-nilai tertentu dalam diri siswa. Pengajarannya bertitik tolak
dari nilai-nilai sosial tertentu, yakni
11
nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia
lainnya, yang tumbuh dan berkembangan dalam masyarakat Indonesia.
2.
Menurut nilai-nilai luhur budaya
bangsa Indonesia dan pandangan hidup Pancasila, manusia memiliki berbagai hak
dan kewajiban dalam hidupnya. Setiap hak senantiasa disertai dengan kewajiban,
misalnya: hak sebagai pembeli, disertai kewajiban sebagai pembeli terhadap
penjual; hak sebagai anak, disertai dengan kewajiban sebagai anak terhadap
orang tua; hak sebagai pegawai negeri, disertai kewajiban sebagai pegawai
negeri terhadap masyarakat dan negara; dan sebagainya. Dalam rangka pendidikan
nilai, siswa perlu diperkenalkan dengan hak dan kewajibannya, supaya menyadari
dan dapat melaksanakan hak dan kewajiban tersebut dengan sebaik-baiknya.
3.
Menurut konsep Pancasila, hakikat
manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa, makhluk sosial, dan makhluk
individu. Sehubungan dengan hakikatnya itu, manusia memiliki hak dan kewajiban
asasi, sebagai hak dan kewajiban dasar yang melekat eksistensi kemanusiaannya
itu. Hak dan kewajiban asasi tersebut juga dihargai secara berimbang. Dalam
rangka pendidikan nilai, siswa juga perlu diperkenalkan dengan hak dan
kewajiban asasinya sebagai manusia.
4.
Dalam pengajaran nilai di
Indonesia, faktor isi atau nilai merupakan hal yang amat penting. Dalam hal ini
berbeda dengan pendidikan moral dalam masyarakat liberal, yang hanya
mementingkan proses atau keterampilan dalam membuat pertimbangan moral.
Pengajaran nilai menurut pandangan tersebut adalah suatu indoktrinasi yang
harus dijauhi. Anak harus diberikan kebebasan untuk memilih dan menentukan
nilainya sendiri. Pandangan ini berbeda dengan falsafah Pancasila dan budaya
luhur bangsa Indonesia, yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya,
berzina, berjudi, adalah perbuatan tercela yang harus dihindari; orang tua
harus dihormati, dan sebagainya. Nilai-nilai ini harus diajarkan kepada anak,
sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
dalam pengajaran nilai faktor isi nilai dan proses, keduanya sama-sama penting.
Salah satu komponen terpenting dalam pendidikan
12
adalah tujuan pendidikan, tujuan pendidikan dapat
diartikan sebagai hasil-hasil yang dicita-citakan dari tindakan pendidikan.
Tujuan pendidikan harus diarahkan kepada pengembangan tiga dimensi yang
dimiliki oleh manusia yaitu dimensi fisikal, mental dan spiritual. Dimensi
fisikal lebih ditandai dengan ketercapaian kemampuan dan sikap yang menjadikan
manusia sehat dan kuat. Sedangkan mental berhubungan dengan pengembangan
intelegensia atau kecerdasan intelektual. Sementara dimensi spiritual yaitu
mengarah kepada perwujudan kualitas kepribadian yang bersifat ruhaniah dalam
bentuk tingkah laku, akhlak, dan moralitas yang mencerminkan kualitas
kepribadian. Ketiga dimensi tersebut harus dicapai secara terintegrasi dan
merupakan satu kesatuan yang akan membentuk kepribadian untuk mencapai manusia
yang unggul (Human Excellence).
Namun, pada kenyataannya harus diakui bahwa
pendidikan yang berlangsung saat ini belum dapat mewujudkan ketiga
dimensi/aspek di atas dengan seimbang dan proporsional. Salah satu penyebabnya
adalah penyelengaraan pendidikan lebih menitikberatkan pada aspek intelektual
dan kurang menyentuh aspek spritual. Karena itu output pendidikan sebagian
besar hanya menampilkan performance intelektual, sementara tampilan sikap dan
perilaku terpujinya sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, dalam rangka
membentuk keseimbangan ketiga aspek tersebut pada anak didik, pendidikan mesti melakukan
transfer of knowledge sekaligus transformation and internalization of value.
Dalam kaitannya dengan upaya mewujudkan tujuan pendidikan yang terfokus pada
aspek spritual, pendidikan nilai merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan
aspek spiritual. Melalui pembelajaran di lembaga-lembaga formal ataupun
informal pendidikan nilai dipandang sangat perlu dan penting untuk diterapkan,
mengingat semakin maraknya perilaku-perilaku buruk di kalangan remaja maupun
anak-anak sekarang yang membuat tanggung jawab sebagai orang tua maupun
pendidik semakin berat. Bukan hanya kesabaran dan keikhlasan yang harus lebih
ditunjukkan oleh para guru maupun pun orang tua, tetapi pendidikan agama dan
penerapan budi pekerti luhur serta keteladanan orang tua menampilkan akhlaq
yang mulia
13
harus lebih diintensifkan baik di lingkungan
keluarga maupun di lingkungan sekolah sebagai lembaga formal pendidikan.
Penerapan konsep-konsep pendidikan nilai pernah juga diterapkan pada sebuah
lembaga pendidikan di Thailand yaitu di sekolah dan Institute of Sathya Sai
Education yang didirikan oleh Dr.Art-Ong Jumsai Na-Ayudha, B.A.,M.A.,D.I.C.
Bahkan beliau pernah datang ke Indonesia untuk mengisi sebuah seminar
internasional yang bertema "Membangun Bangsa melalui Pendidikan Hati"
yang diselenggarakan atas kerjasama Prodi Pendidikan Umum/Nilai dengan Yayasan
Pendidikan Sthya Sai Indonesia. Dalam makalahnya yang berjudul "Human
Values Integrated Instructional Model" (Model Pembelajaran Nilai-nilai
Kemanusian Terpadu), beliau menuliskan sebuah konsep tentang tujuan model
pembelajaran yang menerapkan konsep pendidikan nilai dengan menggunakan suku
kata dalam kata EDUCATION (SAI 2000, p.82), yang maknanya:
E--- singkatan untuk Enlightenment (pencerahan).
Ini adalah proses pencapaian pemahaman dari dalam diri atau bathin melalui
peningkatan kesadaran menuju pikiran super sadar yang akan memunculkan intuisi,
kebijaksanaan, dan pemahaman.
D--- singkatan untuk Duty and Devotion (tugas dan
pengabdian). Pendidikan harus membuat siswa menyadari tugasnya dalam hidup.
Selain memiliki tugas atau kewajiban yang terhadap orang tua dan keluarga,
siswa juga memiliki kewajiban yang berlandaskan cinta kasih dan belas kasih
untuk melayani dan menolong semua orang di masyarakat dan di dunia.
U--- singkatan untuk Understanding (pemahaman). Ini
bukan hanya mengenai pemahaman terhadap mata pelajaran yang diberikan dalam
kurikulum nasional tetapi juga penting untuk memahami diri sendiri.
C--- singkatan untuk Character (karakter). Guru
mesti membentuk karekter yang baik pada
diri siswa. Seorang yang berkarakter adalah seorang
yang memiliki kekuatan moral dan lima nilai kemanusiaan yaitu Kebenaran,
Kebajikan, Kedamaian, Kasih sayang dan tanpa Kekerasan. Nilai-nilai kemanusiaan
tersebut harus
terpadu dalam pembelajatran di kelas.
A---
singkatan untuk Action (tindakan). Para siswa kini belajar dengan giat
14
dan menuangkan pengetahuan yang dipelajarinya dalam
ruang ujian dan keluar dengan kepala kosong. Pengetahuan yang mereka peroleh
tidak diterapkan dalam tindakan. Pendidikan seperti itu tak berguna. Apapun
yang dipelajari siswa mesti diterapkan dalam praktek. Model pembelajaran yang
baik mesti membuat hubungan anatara yang dipelajari dan situasi nyata dalam
hidup. Hal ini akan memungkinkan siswa mengaplikasikan pengetahuan ke dalam
hidup mereka sendiri.
T--- singkatan untuk Thanking (berterima kasih).
Siswa mesti belajar berterima kasih kepada orang-orang yang telah membantu
mereka. Di atas segalanya adalah orang tua yang telah melahirkan dan mengasuh
mereka. Siswaharus mengasihi dan menghormati orang tua mereka. Selanjutnya
siswa harus berterima kasih kepada guru-guru, karena siswa memperoleh
pengetahuan dan kebijaksanaan melalui guru-guru. Maka siswa mesti mengasihi dan
menghormati guru. Demikian pula, siswa telah mendapatkan banyak hal dari
masyarakat, dari bangsa, dari dunia, dan alam. Siswa mesti
selalu berterima kasih kepada semua hal.
I--- singkatan untuk Integrity (Integritas).
Integritas adalah sifat jujur dan karakter menjunjung kejujuran (hornby 1968).
Siswa mesti tumbuh menjadi sesorang yang memiliki integritas, yang bisa
dipercaya unutk menjadi
pemimpin di bidangnya masing-masing.
O--- singkatan untuk Oneness (kesatuan). Pendidikan
mesti membantu siswa melihat kesatuan dalam kemajemukan. Apakah kita memiliki
agama atau kepercayaan yang berbeda, warna kulit dan ras yang berbeda. Kita
mesti
belajar hidup damai dan harmonis dengan alam.
N--- singkatan untuk Nobility (kemuliaan).
Kemuliaan adalah sifat yang muncul karena memiliki karakter yang tinggi atau
mulia. Kemuliaan tidak timbul dari lahir tetapi muncul dari pendidikan. Jadi,
kemuliaan terdiri dari
semua nilai-nilai yang dijelaskan di atas.
Pada kesempatan mengisi seminar di UPI Bandung, Dr.
Art-Ong Jumsai mengemukakan Model pembelajaran nilai-nilai kemanusiaan yang ia
terapkan di lembaganya terbukti dapat membentuk dan mengembangkan tujuan
pendidikan yang bukan hanya aspek kecerdasan intelektual, tetapi juga
15
kecerdasan emosional dan spiritual. Bahkan dalam
implikasinya model pembelajaran nilai-nilai yang diterapkan oleh beliau
menyebabkan proses transformasi bagi guru-guru dan anak-anak didiknya yang
menjadikannya motivasi dan inspirasi untuk mempertahankan nilai-nilai dari
pengaruh negatif di masyarakat.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketentuan umum Undang-undang No
20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS point 2 menyebutkan bahwa pendidikan nasional
adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD Republik Indonesia tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Selain itu, dalam Bab II Pasal 3
disebutkan pula bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Adanya kata-kata beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab dalam tujuan pendidikan nasional di atas menandakan bahwa yang menjadi
bahan dalam praktek pendidikan hendaknya berbasis kepada seperangkat nilai
sebagai paduan antara ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Bahkan, tujuan
pendidikan nasional yang utama menekankan pada aspek keimanan dan ketakwaan.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa core value pembangunan karakter moral bangsa
bersumber dari keyakinan beragama
17
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur'an
dan Terjemahnya. (1989). Departemen Agama Republik Indonesia
Dinn
Wahyudin dkk. Pengantar Pendidikan. (2006) Universitas Terbuka
Drs.
Zulkabir dkk. Islam Konseptual dan Kontekstual. (1993). Itqan
Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd. Pendidikan Berbahasa Santun. (2006) PT
Genesindo Dr. Art-Ong Jumsai Na-Ayudha, B.A., M.A., D.I.C. Model Pembelajaran
Nilai-nilai
Kemanusian
Terpadu. (2008). Yayasan Pendidikan Sathya Sai Indonesia
http://mitrawacanawrc.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=317
8/15/2008
http://www.jugaguru.com/vilb/40/tahun/2006/bulan/09/tanggal/13/id/88/
8/15/2008
18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar