Minggu, 05 November 2017

Paradigma Pengajaran dan Pembelajaran IPS



MAKALAH
PEMBELAJARAN IPS AUD
“Paradigma Pengajaran dan Pembelajaran IPS”
Dosen pengampu: Dodi Harianto, S.Pd.I.,M.Pd.I
Kelompok 3:
LINDA FITRIANI (TRA151761)
MILI ASMANITA (TRA151763)
PIAUD 5B

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan karena berkat rahmat dan  hidayah-Nya lah serta diberikannya kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dengan mata kuliah Pembelajaran IPS AUD dengan judul makalah “Paradigma Pembelajaran dan Pengajaran AUD” tepat pada waktunya.
Tak lupa pula shalawat beriringkan salam penulis curahkan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW yang telah mengeluarkan manusia dari alam gelap gulita dalam kekafiran dan kebodohan menuju cahaya kebenaran yang terang benderang yaitu agama islam.
Penulis sadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan juga kesalahan baik dalam pemilihan kata, cara penulisan maupun isi yang terkandung di dalamnya. untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk dapat memberikan masukan yang mendukung dalam penyusunan makalah iniagar lebih sempurna dan menarik untuk dipelajari.


Jambi, 07 Oktober 2017

penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.     Tujuan Masalah.......................................................................................  1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial........................................................ 2
B.     Paradigma Baru Pendidikan IPS.............................................................. 3
C.     Paradigma Pendidikan IPS di Indonesia.................................................. 6
D.    Tujuan Pembelajaran IPS di Indonesia................................................... 13
BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan............................................................................................  19
B.     Saran......................................................................................................  19

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Paradigma baru tentang proses belajar yang ideal adalah pembelajaran yang berpusat pada aktivitas siswa (activity based), yang melibatkan keseluruhan aspek seperti: fisik dan emosional, multi indrawi, dan bersifat fleksibel, gembira serta adanya kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan belajar. Peran guru lebih bersifat sebagai fasilitator dan pendamping, tidak sebagai orang yang serba tahu tentang materi pembelajaran.
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari  pengembangan pendidikan IPS tidak hanya diarahkan pada pengembangan kompetensi  yang  berkaitan dengan aspek intelektual saja. Keterampian  sosial  menjadi  salah  satu faktor yang dikembangkan sebagai  kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam keterampilan mencari, memilih, mengolah dan menggunakan informasi  untuk memberdayakan diri agar menjadi  warga negara Indonesia yang bertanggung jawab.
B.       Rumusan Masalah
A.    Apa Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial ?
B.     Bagaimana Paradigma Baru Pendidikan IPS ?
C.     Bagaimana Paradigma Pendidikan IPS di Indonesia ?
D.    Apa Tujuan Pembelajaran IPS di Indonesia ?
C.       Tujuan Penulisan
A.    Mengetahui Apa Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial.
B.     Mengetahui Paradigma Baru Pendidikan IPS.
C.     Mengetahui Paradigma Pendidikan IPS di Indonesia.
D.    Mengetahui Tujuan Pembelajaran IPS di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian llmu Pengetahuan Sosial
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan penyederhanaan dari berbagai ilmu-ilmu sosial dengan tujuan utama adalah membentuk warga negara yang baik. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari National Council for Social Studies NCSS dalam Savage dan Armstrong (1996: 9), mendefinisikan social studies sebagai berikut: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat diartikan sebagai kajian  terpadu dari ilmu-ilmu sosial dan untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan. Di dalam program persekolahan Ilmu Pengetahuan Sosial dikoordinasikan sebagai bahan sistematis dan dibangun di atas beberapa disiplin ilmu antara lain Antropologi, ilmu politik, Arkeologi, Ekonomi, Geografi, Sejarah, Hukum, Filsafat Psikologi, Agama, Sosiologi, dan juga mencakup materi yang sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu-ilmu alam.
Numan Somantri (2001: 44) menyatakan bahwa Pendidikan IPS untuk tingkat sekolah itu sebagai suatu penyederhanaan disiplin  ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara, dan agama yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Ilmu pengetahuan sosial merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, lingkungannya berdasarkan pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang.
Berdasar pada dua perspektif mengenai pengertian IPS di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan kajian ilmu-ilmu sosial secara terpadu yang disederhanakan untuk pembelajaran di sekolah dan mempunyai tujuan agar peserta didik dapat mengamalkan nilai-nilai (values) sehingga dapat menjadi warga negara yang baik berdasarkan pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang.
B.       Paradigma Baru Pendidikan IPS
Sudah seharusnya pola pembelajaran pendidian IPS di ubah. Guru sebagai garda terdepan memiliki kesempatan luas untuk membuka carawala dan khazanah penguasaan pendekatan dan metode untuk mengubah pembelajaran IPS. Pembaharuan proses pendidikan IPS ini pada dasarnya untuk membentuk manusia yang tercipta sebagai makhluk social yang hakiki.
Manusia sebagai makhluk sosial perlu memahami dan melaksanakan fungsi sosialnya. Pendidikan IPS diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari kehidupan masyarakat disekitarnya dan selanjutnya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Titik berat studi sosial adalah perkembangan individu yang dapat memahami lingkungan sosialnya, serta manusia dengan kegiatannya dan interaksi antar mereka, dan anak didik agar menjadi anggota yang produktif dan dapat memberikan andilnya dalam masyarakat yang merdeka, mempunyai rasa tanggung jawab, tolong menolong sesamanya dan dapat mengembangkan nilai-nilai dan cita-cita masyarakat. Pendidikan IPS diarahkan agar peserta mengamati dan mengalami dalam hidup bermasyarakat sehinggan membantu peserta untuk memahami lebih mendalam kehidupan masyarakat sekitarnya. IPS diperlukan untuk memecahkan masalah/problema sosial yang teridentifikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Disamping memecahkan masalah sosial pendidikan IPS juga dimaksudkan untuk mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan ngeneralisasi yang berkaitan dengan IPS. Pendidikan IPS mensyaratkan mata kuliah Konsep Dasar IPS, hal ini dimaksudkan peserta sudah memahami konsep dasar IPS . Pendidikan IPS merupakan integrasi dari rumpun sosial dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dari ilmu-imu sosial. Materi IPS di sekolah lebih menitik beratkan materi sosiologi, ekonomi, geografi dan sejarah, walaupun demikian dalam batas batas tertentu tetap mengkaitkan dengan ilmu yang lain.
Model IPS Terpadu ada tiga model pembelajaran IPS terpadu. Pertama, model integrasi berdasarkan topik. Caranya dengan memilih atau menetapkan topik tertentu, dan topik tersebut ditinjau dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup dalam IPS, misalnya topik flu burung. Persebaran wabah flu burung dan karakteristik fisis-geografis daerah terjangkit dikaji melalui disiplin Ilmu Geografi, dampaknya terhadap kegiatan perekonomian masyarakat ditinjau dengan disiplin Ilmu Ekonomi. Analisis proses awal masuknya flu burung di Indonesia dapat dikaji dengan disiplin Ilmu Sejarah, sedangkan bagaimana reaksi masyarakat yang mengahadapi wabah flu burung dan bagaimana partisipasi yang diberikan dalam upaya penanggulangannya dapat dikaji dengan disiplin Ilmu Sosiologi. Kedua, model integrasi berdasarkan potensi utama. Dipilih tema yang didasarkan pada potensi utama yang ada di wilayah setempat. Misalnya Ungaran sebagai kawasan industri. Faktor alam apa yang menunjang pengembangan industri di Ungaran dianalisis dengan disiplin Ilmu Geografi. Bagaimana dukungan/kebijakan pemerintah daerah dikaji dengan Ilmu Politik, seberapa besar ketersediaan tenaga kerja dan efek perekonomian yang muncul dilihat dengan kacamata Ekonomi. Sedangkan bagaimana kemungkinan dampaknya terhadap kehidupan sosial-budaya dianalisis dengan disiplin Ilmu Sosiologi-Antropologi. Ketiga, model integrasi berdasarkan masalah. Banyak sekali dijumpai permasalahan lingkungan dan sosial di sekitar anak. Jika permasalahan tersebut diangkat menjadi tema dalam pembelajaran di kelas sangat menarik dan meningkatkan kepedulian siswa terhadap masalah tersebut, misalnya pornografi. Apa faktor sosial-budaya yang mendorong maraknya pornografi tentu dapat dikaji dengan bantuan disiplin Ilmu Sosiologi-Antropologi. Sampai di mana saja persebaran masalah tersebut, kapan masalah tersebut mulai muncul dan bagaimana perkembangannya, apa dampaknya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi, dan apa kebijakan yang telah dilakukan pemerintah ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menggunakan disiplin ilmu sosial yang sesuai.
Pembelajaran IPS Terpadu merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu sosial. Di sekolah, guru yang tersedia umumnya merupakan guru dengan disiplin ilmu yang terpisah-pisah. Hal ini tentunya mengundang masalah bagi guru untuk beradaptasi dalam pengintegrasian disiplin ilmu sosial tersebut. Solusi yang dapat diberikan adalah mengajar dengan Team Teaching yaitu dua-tiga orang guru mengajar secara bersama-sama di dalam kelas. Setiap guru memiliki tugas sesuai dengan keahlian dan kesepakatan team.
Pembelajaran IPS Terpadu bagi siswa memberikan peluang untuk pengembangan kreativitasnya. Model ini menekankan pada pengembangan kemampuan analitik, asosiatif serta eksploratif dan elaboratif. Dengan mengupas permasalahan sosial yang ada di lingkungan siswa akan mempermudah dan memotivasi untuk mengenal, menerima, menyerap dan memahami keterkaitan konsep, pengetahuan, nilai atau tindakan yang dikehendaki oleh kurikulum.
Pardigma Sosial Studi Dalam IPS Terpadu tersurat adanya perubahan paradigma dari Ilmu Sosial (Social Sciences) menjadi Studi Sosial (Social Study). Ilmu-ilmu Sosial (Sosiologi, Antropogi, Ekonomi, Politik, dll) lebih menekankan konsep dan teori yang abstrak dan rumit sehingga kemampuan anak di jenjang pendidikan dasar belum cukup untuk menyerap dan memahaminya. Sedangkan studi sosial merupakan bidang pelajaran mengenai kehidupan manusia dalam masyarakat. Studi sosial lebih bersifat praktis, tidak menyajikan materi yang terlalu abstrak dan teoritis tetapi lebih bersifat terapan. Studi sosial lebih menitikberatkan pada bahan-bahan pelajaran yang langsung menyangkut kepentingan siswa dalam rangka proses belajar mengajar guna mencapai tujuan-tujuan pendidikan
Guru harus bisa mengikuti perubahan paradigma ini, sebab perubahan ini memberikan ruang untuk berkreasi dan berinovasi dalam mengajar. Guru tidak harus tunduk pada urutan KD dalam kurikulum. Ia dapat menetapkan topik atau permasalahan tertentu dan mengambil KD-KD yang dibutuhkan untuk disajikan di dalam pendekatan pembelajaran kooperatif. Guru dapat mengambil topik permasalahan yang sedang aktual misalnya naiknya harga-harga, golput, sampah, pornografi dan sebagainya. Upaya yang harus dilakukan guru IPS memang tidak mudah. Tetapi percayalah, hal ini bukan disebabkan oleh kurangnya kemampuan guru, melainkan karena masih ragu mencoba dan belum terbiasa melakukannya.
C.       Paradigma Pendidikan IPS di Indonesia
Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran “social studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang itu. Reputasi tersebut tampak dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis yang antara lain dipublikasikan oleh National Council for the Social Studies (NCSS). Untuk menelusuri perkembangan pemikiran atau konsep pendidikan IPS di Indonesia secara historis epistemologis terasa sangat susah karena dua alasan. Pertama, di Indonesia belum ada lembaga professional bidang pendidikan IPS setua dan sekuat pengaruh NCSS atau SSEC. Lembaga serupa yang dimiliki Indonesia, yakni HISPIPSI (Himpunan Sarjana pendidikan IPS Indonesia) usianya masih sangat muda dan produktivitas akademisnya masih belum optimal, karena masih terbatas pada pertemuan tahunan dan komunikasi antar anggota masih insidental. Kedua, perkembangan kurikulum dan pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan (disiplin) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual dan atau kelompok pakar yang ditugasi secara insidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pusat pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Dikbud (Puskur). Pengaruh akademis dari komunitas ilmiah bidang ini terhadap pengembangan IPS tersebut sangatlah terbatas, sebatas yang tersalur melalui anggotanya yang kebetulan dilibatkan dalam berbagai kegiatan tersebut. Jadi, sangat jauh berbeda dengan peranan dan kontribusi Social Studies Curriculum Task Force-nya NCSS, atau SSEC di Amerika Serikat.
Oleh karena itu, perkembangan pemikiran mengenai pendidikan IPS di Indonesia akan ditelusuri dari alur perubahan kurikulum IPS dalam dunia persekolahan, dikaitkan dengan beberapa konten pertemuan ilmiah dan penelitian yang relevan dalam bidang itu.
Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), sejauh yang dapat ditelusuri, untuk pertama kalinya muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo. Menurut Laporan Seminar tersebut ada tiga istilah yang muncul dan digunakan secara bertukar pakai yakni “pengetahuan social, studi social, dan Ilmu Pengetahuan Sosial” yang diartikan sebagai suatu studi masalah-masalah social yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-masalah social itu dapat dipahami siswa. Dengan demikian, para siswa akan dapat menghadapi dan memecahkan masalah sosila sehari-hari. Pada saat itu, konsep IPS tersebut belum masuk ke dalam kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana akademis yang muncul dalam seminar tersebut. Kemunculan istilah tersebut bersamaan dengan munculnya istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam wacana akademis pendidikan Sains. Pengertian IPS yang disepakati dalam seminar tersebut dapat dianggap sebagai pilar pertama dalam perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS. Berbeda dengan pemunculan pengertian social studies dari Edgar Bruce Wesley yang segera dapat respon akademis secara meluas dan melahirkan kontroversi akademik, pemunsulan pengertian IPS dengan mudah dapat diterima dengan sedikit komentar.
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan pada tahun 1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Hal ini terjadi karena, barangkali kebetulan beberapa pakar yang menjadi pemikir dalam Seminar Civic Education di Tawangmangu itu, seperti Achmad Sanusi, Noeman Soemantri, Achmad Kosasih Djahiri, dan Dedih Suwardi berasal dari IKIP Bandung, dan pada pengembangan Kurikulum PPSP FKIP Bandung berperan sebagai anggota tim pemnegmbang kurikulum tersebut. Dalam Kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah “Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran social terpadu. Penggunaan garis miring nampaknya mengisyaratkan adanya pengaruh dari konsep pengajaran social yang awalaupun tidak diberi label IPS, telah diadopsi dalam Kurikulum SD tahun 1968. Dalam Kurikulum tersebut digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai Pengetahuan Kewargaan Negara. Oleh karena itu, dalam kurikulum SD PPSP tersebut, konsep IPS diartikan sama dengan Pendidikan Kewargaan Negara. Penggunaan istilah Studi Sosial nampaknya dipengaruhi oelh pemikiran atau penafsiran Achmad Sanusi yang pada tahun 1972 menerbitkan sebuah manuskrip berjudul “Studi Sosial: Pengantar Menuju Sekolah Komprehensif”. Sedangkan dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan tiga istilah yakni (1) Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk kelompok mata pelajaran social yang terdiri atas geografi, sejarah, dan ekonomi sebagai amat pelajaran major pada jurusan IPS; (2) Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan; dan (3) Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran major pada jurusan IPS.
Kurikulum PPSP tersebut dapat dianggap sebagai pilar kedua dalam perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS, yakni masuknya kesepakatan akademis tentang IPS ke dalam kurikulum sekolah. Pada tahap ini, konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam tiga bentuk yakni, (1) pendidikan IPS terintegrasi dengan nama Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial; (2) pendidikan IPS terpisah, dimana istilah IPS hanya digunakan sebagai patung untuk mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi; dan (3) pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep pendidikan IPS tersebut kemudian memberi inspirasi terhadap Kurikulum 1975, yang memang dalam banyak hal mengadopsi inovasi yang dicoba melalui Kurikulum PPSP. Di dalam Kurikulum 1975 pendidikan IPS menampilkan empat profil, yakni: (1) Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadai tradisi citizenship traansmission; (2) Pendidikan IPS terpadu untuk Sekolah Dasar; (3) Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung yang menaungimata pelajaran Geografi, sejarah, dan ekonomi koperasi; dan (4) Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG (Dep. P dan K,1975a; 1975b, 1975c; dan 1976). Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam kurikulum 1984, yang memang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Penyempurnaan yang dilakukan khususnya dalam aktualisasi materi yang disesuaikan dengan perkembangan baru dalam masing-masing disiplin, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) sebagai materi pokok Pendidikan Moral Pancasila. Sedang konsep pendidikan IPS itu sendiri tidak mengalami perubahan yng mendasar.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam wacana pendidikan IPS muncul dua bahan kajian kurikuler pendidikan Pancasila dan pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian ketika ditetapkannya Kurikulum 1994 mnggantikan kurikulum 1984, kedua bahan tersebut dilembagakan menjadi satu pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Secara konseptual mata pelajaran ini masih tetap merupakan bidang pendidikan IPS yang khusus mewadai tradisi citizenship transmission dengan muatan utama butir-butir nilai Pancasila yang diorganisasikan dengan menggunakan pendekatan spiral of concept development ala Taba (Taba:1967) dan expanding environment approach” ala Hanna (Dufty; 1970) dengan bertitik tolak dari masing-masing sila Pancasila.
Di dalam Kuikulum 1994 mata pelajaran PPKn merupakan pelajaran social khusus yang wajib diikuti oleh semua siswa setiap jenjang pendidikan (SD, SLTP, SMU). Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam: pertama, pendidikan IPS terpadu di SD kelas III s/d kelas VI; kedua, pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup materi geografi, sejarah, dan ekonomi koperasi dan ketiga, pendidikan IPS terpisah-pisah yang mirip dengan tradisi in social studies taught as social science menurut Barr dan kawan-kawan (1978). Di SMU ini bidang pendidikan IPS terpisah-pisah terdiri atas mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I dan II; Ekonomi dan Geografi di kelas I dan II; Sosiologi di kelas II; Sejarah Budaya di kelas III Program Bahasa; Ekonomi, Sosiologi, Tata Negara, Dan Antropologi di kelas III Program IPS. Dilihat dari tujuannya, setiap mata pelajaran social memiliki tujuan yang bervariasi. Mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum bertujuan untuk”….menanamkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta rasa bangga sebagai warga bangsa Indonesia, dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia” (Depdikbud, 1993: 23-24). Dimensi tujuan tersebut pada dasarnya mengandung esensi pendidikan kewarganegaraan atau tradisi “citizenship transmission” (Barr, dan kawan-kawan: 1978). Mata pelajaran Ekonomi bertujuan untuk memberikan pengetahuan konsep-konsep dan teori sederhana dan menerapkannya dalam pemecahan masalah-masalah ekonomi yang dihadapinya secara kritis dan objektif (Depdikbud, 1993:29). Sedang untuk program IPS mata pelajaran Ekonomi bertujuan untuk “….memberikan bekal kepada siswa mengenal beberapa konsep dan teori ekonomi sederhana untuk menjelaskan fakta, peristiwa, dan masalah ekonomi yang dihadapi” (Depdikbud, 1993: 29). Dari rumusan tujuan tersebut dapat ditafsirkan bahwa tujuan pendidikan Ekonomi di SMU baik untuk program umum maupun untuk program IPS mengisyaratkan diterapkannya tradisi social studies taught as social science ( Barr, dan kawan-kawan: 1978).
Tradisi ini tampaknya diterapkan juga dalam mata pelajaran Sosiologi, Geografi, Tata Negara, Sejarah budaya dan Antropologi sebagai mana dapat dikaji dari masing-masing tujuannya. Mata palajaran Soaiologi memiliki tujuan “…untuk memberikan kemampuan memahami secara kritis berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang muncul seiring dengan perubahan masyarakat dan budaya, menanamkan kesadaran perlunya sosial budaya sesuai dengan kedudukan, peran, norma, dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat” (Depdikbud, 1993: 30). Sementara itu mata pelajaran kemampuan dan sikap rasional yang bertanggung jawab dalam menghadapi gejala alam dan kehidupan di muka bumi serta permasalahannya yang timbul akibat interaksi antara manusia dengan lingkungannya” (Depdikbud, 1993: 30). Sedangkan mata pelajaran Tata negara menggariskan tujuan”…untuk meningkatkan kemampuan agar siswa memahami penyelenggaraan negara sesuai dengan tata kelembagaan negara, tata peradilan negara sesuai dengan tata kelembagaan negara, tata peradilan, sistem pemerintahan Negara RI maupun negara lain” (Depdikbud, 1993: 31).
Hal yang juga tampak sejalan terdapat dalam rumusan tujuan mata pelajaran Sejarah Budaya yang menggariskan tujuannya untuk menanamkan pengertian adanya keterkaitan perkembangan budaya masyarakat pada masa lampau, masa kini dan masa mendatang sehingga siswa menyadari dan menghargai hasil dan nilai budaya pada masa lampau dan masa kini (Depdikbud, 1993: 31). Demikian juga dalam tujuan mata pelajaran Antropologi yang dengan tegas diorentasikan pada upaya untuk memberikan pengetahuan mengenai proses terjadinya kebudayaan, pemanfaatan dan perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari; menanamkan kesadaran perlunya menghargai nilai-nilai budaya suatu bangsa, terutama bangsa sendiri, dan pada akhirnya dimaksudkan juga untuk menanamkan kesadaran tentang peranan kebudayaan dalam perkembangan dan pembangunan masyarakat serta dampak perubahan kebudayaan terhadap kehidupan masyarakat (Depdikbud, 1993: 33).
Bila disimak dari perkembangan pemikiran pendidikan IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai dengan dasawarsa 1990-an ini pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep pendidikan IPS, yakni: pertama, pendidikan IPS di Indonesia yang diajarkan dalam tradisi “citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi social science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU, yang terkonfederasi di SLTP, dan yang terintegrasi di SD.
Dalam pembahasannya tentang “Perspektif Pendidikan Ilmu (Pengetahuan) Sosial”, Achmad Sanusi (1998) dalam konteks pembahasannya yang sangat mendasar mengenai pendidikan IPS di IKIP, menyinggung sekidit tentang pengajaran IPS di sekolah. Sanusi (1998: 222-227) melihat pengajaran IPS di sekolah cenderung menitikberatkan pada penguasaan hafalan; proses pembelajaran yang terpusat pada guru; terjadinya banyak miskonsepsi; situasi kesal yang membosankan siswa; ketidaklebihunggulan guru dari sumber lain; ketidakmutahiran sumber belajar yang ada; sistem ujian yang sentralistik; pencapaian tujuan kognitif yang “mengelit-bawang”; rendahnya rasa percaya diri siswa sebagai akibat dari amat lunaknya isi pelajaran, kontradiksi materi dengan kenyataan,dominannya latihan berfikir taraf rendah, guru yang tidak tangguh, persepsi negatif dan prasangka buruk dari masyarakat terhadap kedudukan dan peran ilmu sosial dalam pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, Sanusi (1998) merekomendasikan perlunya reorientasi pengembangan yang mencakup peningkatan mutu SDM dalam hal ini guru agar lebih mampu mengembangkan kecerdasan siswa lebih optimal melalui variasi interaksi dan pemanfaatan media dan sumber belajar yang lebih menantang. Bersamaan itu perlu diperlukan upaya peningkatan dukungan sarana dan prasarana serta insentif yang fair. Dalam dimensi konseptual, Sanusi (1998: 242-247) menyarankan perlunya batasab yang jelas mengenai tujuan dan konten pendidikan ilmu sosial untuk berbagai jenjang pendidikan, termasuk di dalamnya pola pemilihan dan pengoranisasian tema-tema pembelajaran yang dinilai lebih esensial dan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan dalam masyarakat.
Dilihat dari perkembangan permikiran yang berkembang di Indonesia sampai saat ini pendidikan IPS terpilah dalam dua arah, yakni : Pertama, PIPS untuk dunia persekolahan yang pada dasarnya merupakan penyederhaan dari ilmu-ilmu sosial, dan humaniora, yang diorganisasikan secara psiko-pedagogis untuk tujuan pendidikan pesekolahan; dan kedua, PDIPS untuk perguruan tinggi pendidikan guru IPS yag pada daarnya merupakan penyeleksian dan pengorganisasian secara ilmiah dan meta psiko-pedagogis dari limu-ilmu sosial, humaniora, dan disiplin lain yang relevan, untuk tujuan pendidikan profesional guru IPS. PIPS merupakan salah satu konten dalam PDIPS. PIPS untuk dunia persekolahan terpilah menjadi dua versi atau tradisi akademik pedagogis yakni : pertama, PIPS dalam tradisi “citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajran pendidikan Pancasiala dan Kewarganegaraan dan Sejarah Indonesia; dan kedua PIPS dalam tradisi “social science” dalam bentuk mata pelajaran IPS Terpadu untuk SD, dan mata pelajaran IPS Terkonfederasi untuk SLTP, dan IPS terpisah-pisah untuk SMU. Kedua tradisi PIPS tersebut terikat oleh suatu visi pengembangan manusia indonesia seutuhnya sebagaimana digariskan dalam GBHN dan UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam konteks perkembangan pendidikan “social studies” di Amerika atau “Pendidikan IPS” di Indonesia konsep dan praksis pendidikan demokrasi yang dikemas sebagai “citizenship education” atau “Pendidikan Kewarganegaraan” berkedudukan sebagai salah satu dimensi dari tujuan, konten dan proses social studies atau “pendidikan IPS”, atau dapat juga dikatakan bahwa pendidikan demokrasi merupakan salah satu subsistem dalam sistem pembelajaran “social studies” atau “Pendidikan IPS”. Walaupun demikian, subsistem pendidikan demokrasi ini sejak awal perkembangannya, seperti di Amerika sudah menunjukkan keunikan dan kemandiriannya sebagai program pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan warga negara yang cerdas dan baik. Subsistem ini, sejalan dengan perkembangan konsep dan praksisi demokrasi, terus berkembang sebagai suatu bidang kajian dan program pendidikan yang dikenal dengan citizenship education atau civic education, atau unuk Indonesia dikenal dalam label yang berubah – ubah mulai dari Civics, Kewargaan Negara, Pendidikan Kewargaan Negara, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewargenagaraan, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
D.    Tujuan Pembelajaran IPS di Indonesia
IPS sebagai sebuah bidang keilmuwan yang dinamis, karena mempelajari tentang keadaan masyarakat yang cepat perkembangannya, tidak bisa terlepas dari perkembangan. Pengembangan kurikulum IPS merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat yang akan mempelajarinya. Perkembangan IPS di Indonesia dilatar belakangi oleh beberapa hal
1.    Pengalaman hidup masa lampau dengan situasi sosialnya yang labil, memerlukan masa depan yang lebih mantap dan utuh sebagai suatu bangsa yang bulat.
2.    Laju perkembangan pendidikan, teknologi, dan budaya Indonesia memerlukan kebijakan pendidikan dan pengajaran yang seirama dengan laju perkembangan tersebut.
3.    Agar output pendidikan persekolahan benar-benar lebih relevan dengan tuntutan masyarakat yang ia akan menjadi bagiannya dan materi yang dimuat dalam kurikulum atau dipelajari peserta didik dapat bermanfaat. Segi lain yang menyebabkan dikembangkannya kurikulum IPS sebagai mata pelajaran wajib bagi setiap anak didik adalah menyiapkan mereka kelak apabila terjun ke dalam kehidupan masyarakat.
Sejak diberlakukan kurikulum tahun 1964 sampai kurikulum 1968, program pengajaran ilmu-ilmu sosial masih menggunakan cara-cara (pendekatan) tradisional. Ilmu sosial seperti sejarah, geografi (ilmu bumi) dan ekonomi masih disajikan secara terpisah. Sejumlah ahli menyadari bahwa sebenarnya sistem tersebut telah usang dan tidak relevan. Terkait dengan pengembangan kurikulum IPS, seorang ahli pendidikan, guru besar pada IKIP Malang, Prof. Dr. Soepartinah Pakasi, dapat dianggap sebagai penganut social studies yang pertama di Indonesia. Pada tahun 1968 beliau menerapkan pola pengajaran social studies pada sekolah percobaan IKIP Malang yang dipimpinnya. Dalam penerapannya, guru-guru social studies di sekolah-sekolah tersebut di samping diberi pedoman pelatihan keterampilan secara khusus juga didampingi oleh sebuah regu dosen jurusan sejarah, geografi dan ekonomi. Dalam lingkup nasional, ide-ide untuk menerapkan pengajaran social studies mulai ramai diperbincangkan sekitar tahun 1971/1972. 
Setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Berdasarkan tujuan pendidikan yang jelas, tegas, terarah, barulah pendidik dapat menentukan usaha apa yang akan dilakukannya dan bahan pelajaran apa yang sebaiknya diberikan kepada anak didiknya. Demikian juga di dalam negara kita telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional dirumuskan berdasarkan pada falsafah negara Pancasila dan UUD 1945, seperti digariskan dalam GBHN. Berdasarkan pada falsafah negara tersebut, maka telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-undang Nomer 20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945.
Pembahasan tentang pendidikan IPS tidak bisa terlepas dari interaksi fungsional perkembangan masyarakat Indonesia dengan sistem dan praksis pendidikannya. Yang dimaksud dengan interaksi fungsional di sini adalah bagaimana perkembangan masyarakat mengimplikasi terhadap tubuh pengetahuan IPS, dan sebaliknya bagaimana tubuh pengetahuan pendidikan IPS turut memfasilitasi pengembangan aktor sosial dan warga negara yang cerdas dan baik, yang pada gilirannya dapat memberikan konstribusi yang bermakna terhadap perkembangan masyarakat Indonesia. Dalam mengkaji perubahan dalam masyarakat, perlu diawali dengan postulat yang telah diterima secara umum, bahwa dalam kehidupan ini perubahan merupakan suatu keniscayaan karena tidak ada yang tetap kecuali perubahan. Untuk memahami semua gejala krisis dalam konteks kehidupan global yang sistemik diperlukan cara pandang yang utuh dan menyeluruh yang oleh Capra dalam dalam Udin S. Winataputra3) disebut sebagai cara memandang situasi “…dalam konteks evolusi budaya manusia”. Dengan merujuk pada teori perubahan “tantangan dan tanggapan” (challenge and response) dari Toynbee, yang pada dasarnya meneorikan “Tantangan dari lingkungan alam dan sosial memancing tanggapan kreatif dari suatu masyarakat, atau kelompok sosial, yang mendorong masyarakat itu untuk memasuki proses peradaban, Capra dalam Udin S. Winataputra3) mengemukakan adanya “Irama berulang dalam pertumbuhan budaya”, yang pada dasarnya merupakan siklus interaktif antara dua kekuatan yang saling mempengaruhi.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan penyederhanaan dari berbagai ilmu-ilmu sosial dengan tujuan utama adalah membentuk warga negara yang baik
Paradigma Baru Pendidikan IPSSudah seharusnya pola pembelajaran pendidian IPS di ubah. Guru sebagai garda terdepan memiliki kesempatan luas untuk membuka carawala dan khazanah penguasaan pendekatan dan metode untuk mengubah pembelajaran IPS
Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran “social studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang itu. Reputasi tersebut tampak dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis yang antara lain dipublikasikan oleh National Council for the Social Studies (NCSS).
IPS sebagai sebuah bidang keilmuwan yang dinamis, karena mempelajari tentang keadaan masyarakat yang cepat perkembangannya, tidak bisa terlepas dari perkembangan
B.       Saran
Pemakalah menyadari bahwa makalah yang telah kami buat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran kami perlukan guna meningkatkan dan membangun keterampilan dalam membuat makalah yang sebaik-baiknya`


DAFTAR PUSTAKA

Ischak, dkk. 2005. Pendidikan IPS di SD. Jakarta : Universitas Terbuka
Udin S. Winataputra. 2009. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Muhammad Numan Soemantri. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar