“PEMBELAJARAN
IPS AUD”
“KETERAMPILAN DAN KEERDASAN SOSIAL AUD”
Dosen Pengampu : Dodi harianto, M.Pd.I
·
Risalatul
jannah tra 151770
·
Heriyanto
tra 1517561
·
Zakariya
ansori 1517
PENDIDIKAN
ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNVERSITAS ISLAM NEGERI STS
JAMBI
TAHUN AJARAN 2017/2018
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah Subhanau Wata’ala, yang selalu memberikan hidayah dan inayahNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar, dengan
judul “MEMAHAMI PROSES PEMBENTUKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI”. Untuk
memenuhi tugas mata kuliyah “PEMBELAJARAN IPS AUD”
Penulis menyadari bahwa dalam
makalah ini masih jauh dari sempurna. Dengan segala keterbatasan yang ada ini,
penulis, sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dan inovatif
dari berbagai pihak demi perbaikan dimasa yang akan datang. Atas segala saran
dan bantuan dari berbagai pihak, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT
memberikan balasan yang setimpal sehingga kita selalu berada dalam keadaan yang
diridhoi-Nya, Amin.
Penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa saja yang merasa dapat manfaatnya,
khususnya para pendidik anak usia dini.
Jambi, 17 oktober
2017
Pemakalah
ii
|
DAFTAR ISI
|
|
|
Kata Pengantar ……………………………………………………………. i
|
|
|
Daftar Isi ………………………………………………………………….. ii
|
|
BAB I PENDAHULUAN
|
|
|
1. Latar
Belakang Masalah …………………………………………..
|
1
|
|
2.
Rumusan Masalah …………………………………………………
|
1
|
|
3.
Tujuan ………………………………………………….
|
1
|
|
BAB II PEMBAHASAN
|
|
|
1.
|
Proses
Pembentukan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
|
3
|
2.
|
Macam
Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
|
4
|
3.
|
Konsep
Pembentukan Karakter Sosial Usia Dini
|
5
|
4.
|
Prosedur
Pembentukan Keterapilan Sosial Anak Usia Dini
|
6
|
5.
|
Tahapan
Pembentukan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
|
7
|
BAB III PENUTUP
|
|
|
1.
|
Kesimpulan
………………………………………………………
|
8
|
2.
|
Saran
…………………………………………………………….
|
8
|
DAFTAR PUSTAKA
………………………. ……………………….
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Undang-undang Sisdiknas No.
20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan AUD merupakan proses pembinaan tumbuh
kembang anak usia lahir hingga 6 tahun secara menyeluruh pada aspek
fisik-intelektual (kognitif dan bahasa), emosi serta sosial moral, agar dapat
berkembang secara optimal. Kehidupan manusia tidak mungkin bersih dari
perbedaan dengan orang lain, baik antar individu maupun antar kelompok sosial.
Modal anak untuk mengatasi perbedaan individu ini adalah keterampilan sosial.
Keterampilan sosial merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki sejak
dini agar individu tersebut mampu menghadapi problema hidup dalam kaitannya
sebagai makhluk sosial yang selalu terus-menerus berinteraksi.
Keterampilan sosial ini tidaklah
terbentuk secara tiba-tiba, namun merupakan imitasi dan pembiasaan dari
lingkungan terdekat anak. Keterampilan sosial perlu dibiasakan sejak dini
karena anak akan membawa kebiasaannya tersebut hingga dewasa.
B.
Rumusan
Masalah
Anak tumbuh
dan berkembang bersama lingkungan yang ada. Segala yang dia
lihat,dia dengar dan dia rasakan, ingin ditiru dan
diulang. Semua yang ada sangat mempengaruhi proses pembentukan keterampilan
sosial anak tersebut. Untuk mengetahui hal-hal tersebut terdapat beberapa
pertanyaan, diantaranya:
1.
Bagaimana proses pembentukan keterampilan sosial
anak usia dini?
2.
Berapa macam keterampilan sosial anak usia dini?
3.
Bagaimana konsep pembentukan karakter sosial usia
dini?
4.
Bagaimana prosedur pembentukan keterapilan sosial
anak usia dini?
5.
Bagaimana tahapan pembentukan keterampilan sosial
anak usia dini?
4
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Kita dapat mengetahui proses pembentukan
keterampilan sosial anak usia dini
2.
Kita dapat mengetahui berapa macam keterampilan
sosial anak usia dini
3.
Kita dapat mengetahui konsep pembentukan karakter
sosial usia dini
4.
Kita dapat mengetahui prosedur pembentukan
keterapilan sosial anak usia dini
5.
Kita dapat mengetahui tahapan pembentukan
keterampilan sosial anak usia dini
5
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Proses
Pembentukan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Pendidikan moral pada usia dini
harus dilakukan sejak anak dilahirkan, dan pada usia di bawah 2 tahun dapat
dilakukan hanya dengan memberikan kasih sayang sebesar-besarnya kepada anak.
Menurut Thomas Lickona, “Love lights the
lamp of human development. If we wish
to raise good children, we should begin by giving them our love” (Budiningsih,
Asri C.: 2005). Ibaratnya sebuah bejana kosong, kalau diisi air “cinta dan kasih sayang” maka bejana tersebut hanya
berisi air kesucian. Ketika anak dewasa, bejana (hati) ini hanya akan
menebarkan kesucian dan kebajikan dalam perjalanan hidupnya. Apabila yang
diterima adalah umpatan, dan contoh-contoh yang buruk, maka sifat-sifat seperti
inilah yang akan disebarkan dalam perjalanan hidupnya. Oleh karena itu, orang
tua (khususnya ibu) perlu sekali untuk mencium, memberikan kata-kata manis, dan
mendendangkan cinta kepada bayi-bayi mereka.
Menurut Darsono Max (2001) “Seorang
anak yang siap untuk masuk usia sekolah harus sudah dibekali dengan kesadaran
emosi seperti rasa bersalah, rasa malu, perasaan disakiti, bangga, dan
sebagainya”. Anak-anak pada usia pra-sekolah harus sudah dapat membedakan
beberapa jenis emosi yang dirasakannya, sehingga mereka tidak menjadi bingung
tentang nilai-nilai dari emosi yang dirasakan oleh mereka. Misalnya, seorang
anak yang merasa iba kepada seorang anak yang dikucilkan, sedangkan seluruh
kawan-kawannya mengejek anak tersebut. Anak tersebut akan mempunyai rasa
ambivalen antara rasa empati dan rasa takut untuk dikatakan pengecut karena
tidak mau terlibat untuk turut mengejek anak yang dikucilkan tersebut. Anak
harus tahu bahwa merasa empati kepada anak yang dikucilkan adalah perasaan yang
lebih baik yang harus diikuti.
Oleh karena itu, pendidikan
karakter di sekolah, terutama pada usia TK dan SD, juga perlu dilakukan,
tentunya disesuaikan dengan tahap perkembangan umur anak.
6
Hal ini berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila
yang selaim ini dilakukan yang hanya menyentuh aspek akademik (hafalan dan
pengetahuan saja), tetapi tidak melibatkan aspek emosi (feeling) dan perilaku (acting).
B.
Macam
Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Beberapa
hasil penelitian menunjukkan masih banyak anak TK (PAUD) yang
memilih cara agresif dalam penyelesaian konflik,
hasil penelitian lain menunjukkan cara tersebut akan dibawa hingga dewasa.
Pemahaman pendidik TK (PAUD) dalam kajian keterampilan sosial sangat minim dan
beberapa bentuk program yang ada dilakukan dengan tidak sadar atau terprogram
dengan jelas.
Pendidik PAUD atau Taman
Kanak-kanak belum terbiasa untuk melakukan stimulasi keterampilan sosial yang
terprogram dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat tiga alasan
pendidik PAUd yang belum terbiasa melakukan stimulasi, yaitu;
1.
Pendidik sebagian besar sudah
mengimplementasikan social skill
dalam proses kegiatan belajar di PAUD atau TK, namun pada hasil kualitatif,
terlihat bahwa sebagian besar pendidik belum memahami secara betul makna social life skill.
2.
Usaha penanaman social life skill belum terprogram dalam
kegiatan yang direncanakan, melainkan hanya secara implisi disertakan pada
kegiatan-kegiatan lain.
3.
Usaha pendidik dalam memahami
macam keterapilan anak didik masih belum terencana atau diprogramkan. Bila
sudah direncanakan atau diprograkan akan dapat dilaksanakan secara sadar
sistematik, sehingga tujuan yang ingin dicapai secara eksplisit dapat dijadikan
pedoman target yang jelas.
Sedangkan maca-macam keterapilan yang dimiliki oleh
anak didik di PAUD adalah rasa empati, penuh pengertian, tenggang rasa,
kepedulian pada sesame,
7
komunikasi dua arah/ hubungan antar pribadi,
kerjasama, tata krama/kesopanan, kemandirian, dan rasa tanggung jawab sosial.
Dari beberapa uraian di atas dapat dikemukakan bahwa ketrampilan sosial adalah
keterampilan atau strategi yang digunakan untuk memulai ataupun mempertahankan
suatu hubungan yang positif dalam interaksi sosial, yang diperoleh melalui
proses belajar dan bertujuan untuk mendapatkan hadiah atau penguat dalam
hubungan interpersonal yang dilakukan.
C.
Konsep
Pembentukan Karakter Sosial Usia Dini
Pengembangan karakter anak banyak
dipengaruhi oleh lingkungan terutama dari orangtua. Anak belajar untuk mengenal
nilai-nilai dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dilingkungannya
tersebut. Dalam pengembangan karakter social anak, peranan orang tua dan guru
sangatlah penting, terutama pada waktu anak usia dini.
Berbagai bentuk kejahatan dan
tindakan tidak bermoral dikalangan anak menunjukan bahwa anak didik kita belum
memiliki karakter social yang baik. Hal ini perlunya pengembangan karakter yang
sesuai dengan anak, yang tidak sekedar pengetahuan, dan doktrinasi, tetapi
lebih menjangkau dalam wilayah emosi anak.
Usaha atau upaya yang dapat
dilakukan oleh guru dan orang tua dalam membangun karakter anak usia dini
adalah:
1.
Memperlakukan anak sesuai dengan karakteristik
anak.
2.
Memenuhi kebutuhan dasar anak
antara lain kebutuhan kasih sayang, pemberian makanan yang bergizi.
3.
Pola pendidikan guru dengan
orangtua yang dilaksanakan baik dirumah dan di sekolah saling berkaitan.
4.
Berikan dukungan dan penghargaan
ketika anak menampilkan tingkah laku yang terpuji.
5.
Berikan fasilitas lingkungan yang sesuai dengan
usia perkembangannya.
6.
Bersikap tegas, konsisten dan bertanggungjawab
8
D.
Prosedur
Pembentukan Keterapilan Sosial Anak Usia Dini
Prosedur membentuk karakter anak
dimulai sejak dini, paling tidak anak berusia dua tahun. Apabila masa usia 2
tahun pertama anak sudah mendapatkan cinta, maka sangat mudah anak tersebut
dibentuk menjadi manusia yang berakhlak mulia. Menurut hasil penelitian,
anak-anak usia 2 tahun sudah dapat diajarkan nilai-nilai moral, bahkan mereka
sudah dapat mempunyai perasaan empati terhadap kesulitan atau penderitaan orang
lain.
Misalnya, ketika ia melihat raut
wajah ibunya yang sedih, ia dapat mengekspresikan empatinya. Dikatakan bahwa
rasa empati adalah sifat alami yang sudah ada sejak anak dilahirkan yang
merupakan sumber dari moralitas individu, seperti rasa iba dan rasa ingin
berbuat baik, termasuk perasaan bersalah dan malu kalau melakukan hal-hal yang
tidak baik. Sedangkan bagaimana empati dapat terus tumbuh subur adalah
tergantung dari emotional bonding
dengan ibunya pada usia-usia awal kehidupan seorang anak.
Mengenai prosedur pembentukan
keterapilan sosial anak usia dini yaitu saat usia anak paling tidak berusia dua
tahun. Kemudian anak yang berusia dua tahun tersebut harus dibekali dengan
kesadaran emosi seperti rasa bersalah, rasa malu, perasaan disakiti, bangga,
dan sebagainya. Menurut Hamalik, Oemar (2004), seorang anak yang siap untuk
masuk usia sekolah harus sudah dibekali dengan kesadaran emosi seperti rasa
bersalah, rasa malu, perasaan disakiti, bangga, dan sebagainya.
Anak-anak pada usia pra-sekolah
harus sudah dapat membedakan beberapa jenis emosi yang dirasakannya, sehingga
mereka tidak menjadi bingung tentang nilai-nilai dari emosi yang dirasakan oleh
mereka. Misalnya, seorang anak yang merasa iba kepada seorang anak yang
dikucilkan, sedangkan seluruh kawan-kawannya mengejek anak tersebut. Anak
tersebut akan mempunyai rasa ambivalen antara rasa empati dan rasa takut untuk
dikatakan pengecut karena tidak mau terlibat untuk turut mengejek anak yang
dikucilkan tersebut. Anak harus tahu bahwa merasa empati kepada anak yang
dikucilkan adalah perasaan yang lebih baik yang harus diikuti.
9
Oleh karena itu, pendidikan
karakter di sekolah, terutama pada usia TK dan SD, juga perlu dilakukan,
tentunya disesuaikan dengan tahap perkembangan umur anak. Hal ini berbeda
dengan Pendidikan Moral Pancasila yang selaim ini dilakukan yang hanya
menyentuh aspek akademik (hafalan dan pengetahuan saja), tetapi tidak
melibatkan aspek emosi (feeling) dan
perilaku (acting).
E.
Tahapan
Pembentukan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Pembentukan
keterampilan sosial anak usia dini ada tiga hal yang berlangsung
secara
terintegrasi.
Kesatu, anak mengerti baik dan
buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas
hal-hal yang baik.
Kedua, anak mempunyai kecintaan
terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor
atau semangat untuk berbuat kebajikan. Misalnya, anak tak mau mencuri, karena
tahu mencuri itu buruk, ia tidak mau melakukannya karena mencintai kebajikan.
Ketiga, anak mampu melakukan
kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat proses sembilan pilar karakter yang
penting ditanamkan pada anak. Ia memulainya dari cinta Tuhan yang Maha Esa dan
alam semesta beserta isinya; tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian;
kejujuran; hormat dan santun; kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama; percaya
diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan;
baik dan rendah hati; toleransi, cinta damai, dan persatuan.
Tujuan mengembangkan keterampilan
sosial anak usia dini adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu
tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan
komitmenya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukannya dengan
benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Membangun karakter yang efektif,
ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan semua anak menunjukan
potensi mereka untuk mencapai tujuan yang sangat penting. (Salim, Agus dkk:
2004).
10
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari materi
yang kami bahas
mengenai “PROSES PEMBENTUKAN
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI” dapat
disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan awal, untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan untuk memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Dalam hal ini peran orang
tua sangat penting, karena orang tua adalah pengenalan pertama tentang
pendidikan.
Pada masa usia dini anak harus
memenuhi aspek-aspek perkembangan seperti moral, bahasa, kognitif, emosi,
social, dan agama. Setiap anak memiliki perkembangan yang berbeda, karena cara
pola asuh mereka tidak sama. Ali bin Abi Tholib as, mengatakan “didik dan
ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan”. Risalah Hadist Nabi
telah menjustifikasi akan pentingnya pendidikan anak usia dini. Dalam hadist
diterangkan bahwa “ Setiap anak dilahirkan atas fitrah, sehingga lancar
lidahnya, maka orang tuanya yang menjadikan dia beragama Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.
B.
Saran
Sebaiknya
dalam membina dan mendidik anak harus memperhatikan tahapan-
tahapan seperti memilih istri yang sholehah,
membiasakn anak untuk mengerjakan sholat, memberikan teladan yang baik,
menjauhkan mereka dari teman-teman yang buruk, membentengi diri mereka dari
hal-hal yang merusak akhlak mereka, mengajarkan nilai-nilai luhur dalam ajaran
Islam, bersikap adil, mendo’akan kebaikan bagi mereka.
11
Dan dengan itu pula penulis
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah
yang berikutnya. Karena apa yang penulis buat ini sangat jauh dari
kesempurnaan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih,
Asri C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Darsono,
Max. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press
Hamalik,
Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Salim, Agus dkk. 2004. Indonesia Belajarlah.
Semarang: Gerbang Madani Indonesia.
13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar